GENDAM SUKMA RADEN PABELAN
Dalam kunjungan ku kerumah seorang sahabat di kota Solo, Jawa tengah.dengan mengendarai sebuah motor berboncengan dengan pamanku menuju kediaman sahabat yang ternyata tidak jauh dari kampung halaman ibuku di Kabupaten Sukoharjo, alamat rumah sahabatku aku berada di jalan Pabelan yang berada di jalur utama Kartosuro menuju kota Solo atau di sekitar universitas Muhammadiyah Surakarta.
Pabelan
nama jalan yang aku lalui pastilah berasal dari nama tokoh yang begitu menarik
perhatian masyarakat di sekitar jalan tersebut. toponimi suatu tempat memang
cukup menarik untuk dipelajari. Bagaimana penamaan oleh masyarakat menggunakan
nama Pabelan untuk nama jalan tersebut.
Disadur
dari beberapa sumber baik itu melalui YouTube dan website sejarah saya akan
mencoba memaparkan kisah dibalik nama Pabelan,lebih terkenal dengan nama Raden
Pabelan. Beliau adalah seorang putra dari temenggung Mayang bersama dengan
istrinya yang bernama putri Tembini. Temenggung Mayang adalah salah satu orang
kepercayaan Sultan Hadiwijaya yang memimpin kerajaan Pajang. Jabatannya setara
dengan ketua telik sandi atau intel. Temenggung Mayang merupakan salah satu
orang yang sangat dipercaya oleh raja Pajang
tersebut sehingga memiliki kedudukan yang istimewa.
Kedudukan
yang istimewa dimiliki juga oleh putranya yang bernama Raden Pabelan dia adalah
anak satu-satunya dari temenggung Mayang. Raden Pabelan memiliki kelebihan
dalam hal menggoda wanita yang ada di seluruh wilayah kekuasaan Temengung Mayang, Namun tidak ada satupun wanita yang
diajak oleh Raden Pabelan untuk menikah. Memiliki wajah yang tampan tutur kata
yang lemah lembut Raden Pabelan digandrungi oleh para wanita di sekitar
kerajaan pajang.
Raden
Pabelan tidak peduli wanita mana yang ingin dia dekati.siapa saja wanita dia
dekati baik itu wanita yang sudah memiliki suami ataupun wanita yang masih
sendiri.bahkan salah satu wanita yang didekati adalah istri dari temenggung
reksoboyo yang tidak lain merupakan kerabat ayahnya dalam pemerintahan kerajaan
Pajang. Kejadian ini membuat malu Temenggung Mayang beserta istrinya, Sampai akhirnya
Temenggung Mayang memanggil putranya untuk diajak berbicara mengenai masa depan
dari Raden Pabelan.
“Anakku
Pabelan saat ini Romo merasa gelisah
atas tindak-tanduk mu selama ini di Pajang. kenapa engkau selalu menggoda wanita
bahkan wanita yang sudah memiliki suami. kenapa kamu tidak menikah saja”,
ungkap ayahnya kepada Raden Pabelan. “Romo aku tidak ingin menikah aku lebih
suka hidup sendiri hidup bersenang-senang menikmati para wanita-wanita yang
mudah untuk aku taklukan”, jawab Raden Pabelan. “Karena aku ingin menikmati
ilmu yang aku miliki untuk kesenangan. ilmuku tidak kuraih dengan mudah, harus
belajar dengan penuh pengorbanan”, lanjut Raden Pabelan.
Diketahui
bahwa Raden Pabelan itu menuntut ilmu dari orang Osing.Suku Osing adalah suku
yang berasal dari daerah Jawa timur lebih tepatnya daerah Banyuwangi. Ilmu yang
diperoleh Raden Pabelan adalah gendam Sukma dan pengasihan, serupa dengan jaran
goyang dan semar mesem.
Tumenggung
Mayang pun berdiri marah terhadap jawaban dari anaknya itu, “hai anakku Pabelan
jangan kau banggakan ilmu itu, karena ilmu itu tidak sebanding dengan ilmu Romo
mu. kalau kau memang benar sakti dan mampu menerima tantangan romomu maka kau
boleh hidup seenaknya. tapi bila kau gagal janganlah kembali ke rumah ini”. Nampak
sekali kemarahan di wajah temenggung Mayang sang istri pun tidak nyaman melihat
kejadian seperti itu. 2 orang yang sangat disayanginya suami dan putranya
sedang berselisih paham.
Namun
tantangan dari temenggung mayang itu ditanggapi dengan emosi oleh Pabelan. baik
ayah apa tantangan yang ayah berikan kepada anakmu. aku akan memenuhi tantangan
tersebut”. “Pabelan kutantang engkau untuk menaklukkan Putri Sekar Kedaton anak
dari Sultan hadiwijaya. kau tahu kaputren Putri Kedaton dijaga sangat ketat dan
apabila engkau masuk ke wilayah kaputren tersebut tanpa seizin Sultan
hadiwijaya maka engkau dianggap sebagai musuh dan wajib dihukum mati oleh
Sultan hadiwijaya”. Tantang Temenggung Mayang.
“Baik
Romo aku akan menerima tantangan itu dan sekarang juga aku akan pergi”. Bergegaslah
Raden Pabelan keluar dari rumah. Sebetulnya Tumenggung Mayang tidak ingin
betul-betul untuk memberikan tantangan kepada putranya tersebut karena dia tahu
resiko yang akan terjadi baik kepada Raden Pabelan ataupun kepada dirinya dan
istrinya. Penyesalan tumenggung Mayang disampaikan kepada istrinya “sebetulnya
aku tidak ingin mengucapkan itu istriku tetapi karena kekesalan terhadap putra
kita itulah yang terjadi”.
Dalam
hatinya Temenggung Mayang berharap putranya tidak benar-benar melakukan
tantangan apa yang diberikannya. Seminggu sudah berlalu tidak terjadi apa-apa, dia
mengira hal itu tidak dilakukan oleh Raden Pabelan. Namun pada pagi hari buta
utusan kerajaan pajang datang ke rumah. Temenggung Mayang diperintahkan untuk
menghadap Sultan Hadiwijaya bahkan untuk sekedar mengganti pakaian atau
bersih-bersih badan tidak diperkenankan. Melihat peristiwa ini istri dari temenggung
Mayang Putri Tembini meyakini bahwa telah terjadi sesuatu dengan putranya
karena suaminya sudah tidak lagi dihormati sebagai pejabat kerajaan Pajang.
Sampai
juga akhirnya temenggung Mayang berjumpa dengan sultan Hadiwijaya, dalam
hatinya berkecamuk ada apakah gerangan aku dipanggil oleh sang raja, apakah ini
disebabkan karena perilaku putraku yang telah menerima tantangan diriku. Dengan
penuh harap tidak terjadi sesuatu pada putra dan keluargaku di kemudian hari. Aku
siap mendengarkan apa yang akan disampaikan oleh Sultan Hadiwijaya.
“Wahai
Temenggung Mayang sudahkah kau tahu peristiwa besar yang terjadi di kerajaan
pajang ini”. Sultan hadiwijaya bertanya kepada temenggung mayang. “Tuanku ada apakah gerangan yang terjadi”,
jawab temenggung Mayang. Putramu telah menodai kedudukanku dengan tidur di
kamar putri kedaton.
“Maafkan
diriku wahai baginda raja biarkan aku menghukum putraku, aku tahu aku yang
salah”, pinta Temenggung Mayang. Sultan Hadiwijaya telah memberitahukan kepadanya
bahwa putranya yang bernama Raden Pabelan sudah diurus oleh prajurit kaputren
dan sudah dihukum mati oleh para prajurit. bahkan mayatnya dilarung di sungai
Laweyan. Sungai Laweyan yang berada di jantung kota solo menjadi saksi betapa
pemuda yang memiliki keteguhan hidup telah menjadi korban ambisinya sendiri. Mayatnya
tersangkut di disebuah pohon yang apabila dihanyutkan akan kembali ke pohon
tersebut.
Selain
menghukum langsung Raden Pabelan Sultan Hadiwijaya juga menghukum orang tua
Raden Pabelan yang dihukum buang ke Semarang hal ini juga yang akhirnya membuat
ketegangan di antara dua kubu yaitu kerajaan Pajang dan daerah yang sedang
berkembang yaitu Mataram di bawah kekuasaan Sutawijaya. dikarenakan Putri Tembini
merupakan adik dari Sutawijaya, dia tidak rela saudaranya itu dihukum oleh Hadiwijaya. Sutawijaya mengirim Ki Bocor
untuk merebut Temenggung Mayang dan istrinya pada saat menuju ke Semarang.
peristiwa ini dianggap sebagai pembangkangan Mataram kepada pajang terlebih
Sutawijaya sudah beberapa tahun tidak mengunjungi kerajaan pajang.
Sang sekali sekarang makam
dari Raden Pabelan banyak dikunjungi oleh para lelaki dengan tujuan untuk
memperoleh ilmu gendam sukma dan pengasihan. Jelas digunakan untuk mengikat
para wanita pujaannya.
Demikianlah
Toponimi dari jalan Pabelan, ini membuat saya senang. Semoga juga bisa membantu
teman-teman yang lain yang mencari referensi tentang Raden pabelan.
Komentar
Posting Komentar